Kepemimpinan Palsu” Dalam Konteks Pilkada Jambi 2024: Tantangan dan Dampaknya.

 

Jambinarasi-Kepemimpinan merupakan elemen penting dalam menentukan arah dan keberhasilan suatu daerah. Dalam konteks politik lokal, khususnya dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) Provinsi Jambi, baik dalam Pemilihan Gubernur maupun pemilihan Kepala daerah tingkat kabupaten atau Kota, kualitas kepemimpinan yang ditawarkan oleh para calon sangatlah menentukan masa depan daerah tersebut. Meskipun demikian, dalam kontestasi Pilkada seringkali muncul fenomena yang disebut sebagai “kepemimpinan palsu,” di mana calon pemimpin hanya memanfaatkan popularitas dan janji-janji manis tanpa memiliki kemampuan yang nyata dan komitmen yang kuat untuk melakukan perubahan yang diinginkan oleh masyarakat.

 

Isu “kepemimpinan palsu” ini bukanlah isu baru dalam kontestasi Pilkada. Berbagai studi dan laporan menunjukkan bahwa, masyarakat seringkali terpedaya oleh tampilan luar dan retorika yang menarik tanpa melihat rekam jejak dan kompetensi sebenarnya dari calon pemimpin tersebut. Dalam konteks Pilkada serentak Provinsi Jambi tahun 2024 ini, penting untuk mempertimbangkan lebih dalam tentang dampak “kepemimpinan palsu” serta bagaimana masyarakat dapat lebih kritis dalam memilih pemimpin yang benar-benar kompeten dan berdedikasi untuk memimpin daerahnya.

 

Berbagai survei menunjukkan bahwa, elektabilitas calon pemimpin seringkali lebih dipengaruhi oleh popularitas daripada kapabilitas sang calon. Sebagai contoh, misalnya hasil survei dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada Pilkada sebelumnya menunjukkan bahwa, calon dengan tingkat pengenalan yang tinggi di masyarakat cenderung mendapatkan suara lebih banyak, meskipun rekam jejak mereka dalam kepemimpinan dan manajemen pemerintahan kurang memadai.

 

Dalam Teori Kepemimpinan Transformasional dan Kepemimpinan Autentik telah memberikan acuan yang relevan untuk kita mengenal ciri atau sifat pemimpin yang benar-benar efektif dan membedakannya dari “pemimpin palsu”. Kepemimpinan transformasional, misalnya, menekankan pada kemampuan pemimpin untuk menginspirasi dan memotivasi pengikutnya untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi dan membawa perubahan positif. Sementara itu, kepemimpinan autentik lebih menekankan pada integritas, transparansi, dan akuntabilitas sebagai nilai utamanya.

Baca juga:  Bupati Tanjab Barat Evaluasi Kinerja Pendamping PKH: Fokus pada Pengentasan Kemiskinan

 

Tampaknya isu “kepemimpinan palsu” dalam Pilkada 2024 ini merupakan sebuah ancaman yang serius bagi pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat. Pemimpin yang hanya mengandalkan popularitas dan janji-janji manis, tanpa memiliki kemampuan dan komitmen yang nyata dalam memimpin sebuah daerah dapat membawa dampak negatif jangka panjang bagi daerah tersebut. Beberapa ciri “kepemimpinan palsu” yang sering kita temui adalah janji yang tidak realistis, kurangnya rekam jejak dalam pemerintahan atau kepemimpinan, serta fokus yang lebih besar pada pencitraan daripada hasil yang konkret.

 

Dalam melihat fenomena “kepemimpinan palsu” kita dapat menganalisisnya dengan menggunakan teori “Simulacra” dari Jean Baudrillard. Dalam teori Simulacra ini, Baudrillard menjelaskan bagaimana tanda dan simbol dalam masyarakat postmodern tidak lagi merujuk pada realitas yang sebenarnya, melainkan menciptakan realitas baru yang simulatif dan sering kali palsu. Dalam konteks Pilkada serentak tahun 2024 di Provinsi Jambi saat ini, mungkin ada calon pemimpin sedang menciptakan citra yang menarik melalui media dan kampanye, tetapi citra tersebut tidak mencerminkan kemampuan dan komitmen nyata dirinya. Dirinya hanya menciptakan “simulacra kepemimpinan” yang memanipulasi persepsi publik dan menggantikan realitas sebenarnya dengan representasi yang menipu.

 

Salah satu tantangan utama yang dihadapi dalam konteks “kepemimpinan palsu” ini adalah bagaimana masyarakat Provinsi Jambi sebagai pemilih dapat lebih kritis dan cerdas dalam memilih calon pemimpin. Pendidikan politik sangat diperlukan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya memilih pemimpin yang kompeten dan berintegritas. Dalam Kampanye pendidikan politik ini dapat melibatkan berbagai pihak, termasuk lembaga pendidikan, media, dan organisasi masyarakat sipil atau LSM.

Baca juga:  Sekda Tanjab Barat Hadiri Pelantikan Penjabat Bupati Merangin dan Sarolangun Secara Virtual

 

Selain itu, peran media mainstream maupun media sosial yang ada di Provinsi Jambi sebenarnya memiliki peran krusial dalam menyampaikan informasi yang objektif dan mendalam tentang rekam jejak dan kapabilitas para calon pemimpin. Media harus berperan sebagai watchdog yang kritis dan tidak hanya terpaku pada pemberitaan yang sensasional atau bersifat promosi semata, apalagi menjadi media partisipan salah satu calon, ini menurunkan kredibilitas media itu sendiri ditengah masyarakat.

 

Transparansi dan akuntabilitas juga perlu ditegakkan melalui berbagai platform informasi, termasuk debat publik dan forum diskusi yang memungkinkan calon pemimpin untuk mengemukakan visi, misi, dan program kerja mereka secara terbuka.

 

Teori Kepemimpinan Transformasional dan Kepemimpinan Autentik dapat menjadi pedoman atau pemandu kita dalam menilai kualitas calon pemimpin. Pemimpin transformasional, misalnya, akan menunjukkan kemampuan untuk menginspirasi dan memotivasi masyarakat melalui visi yang jelas dan program yang nyata. Mereka akan fokus pada perubahan yang jelas dan memberdayakan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan daerah. Sementara itu, pemimpin autentik akan menunjukkan integritas, transparansi, dan akuntabilitas dalam setiap tindakan mereka, memastikan bahwa kepemimpinan mereka didasarkan pada nilai-nilai yang kuat dan komitmen yang tulus terhadap kesejahteraan masyarakat.

Baca juga:  Maknai Hari Lingkungan Hidup Sedunia, Pemuda Pancasila Pulihkan Ekosistem dengan Tanam Mangrove

 

Berdasarkan Data Pilkada sebelumnya menunjukkan bahwa, “kepemimpinan palsu” seringkali berujung pada kebijakan yang tidak efektif, korupsi, dan stagnasi pembangunan. Misalnya, dalam studi yang dilakukan oleh Indonesian Corruption Watch (ICW), ditemukan bahwa daerah-daerah yang dipimpin oleh kepala daerah dengan rekam jejak kepemimpinan yang meragukan cenderung memiliki tingkat korupsi yang lebih tinggi dan kinerja pemerintahan yang buruk.

 

Oleh karena itu, dalam Pilkada serentak di Provinsi Jambi tahun 2024 ini, kita sebagai masyarakat Jambi harus lebih waspada terhadap “kepemimpinan palsu” dan kita harus lebih selektif dalam memilih calon pemimpin,baik calon pemimpin dalam konteks Pemilihan Gubernur, maupun dalam konteks Pilkada Kabupaten dan Kota di masing-masing daerah dalam Provinsi Jambi saat ini. Penting bagi kita untuk melihat rekam jejak, kapabilitas, dan komitmen nyata calon pemimpin daripada terbuai oleh janji-janji manis dan pencitraan semata. Hanya dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa, daerah kita dipimpin oleh individu yang benar-benar memiliki kemampuan dan dedikasi untuk membawa perubahan positif dan membangun masa depan yang lebih baik bagi daerah kita. Dalam Teori Simulacra diatas, telah memberikan kerangka yang berguna bagi kita untuk memahami bagaimana citra palsu dapat memanipulasi persepsi publik, dan dengan demikian, kita harus berusaha untuk melihat citra palsu ini dan mengevaluasi calon pemimpin berdasarkan kriteria yang lebih substantif dan nyata sesuai dengan kebutuhan daerah kita masing-masing.

 

Oleh : Dedi Saputra,S.sos.,M.I.Kom( Dosen Universitas Nurdin Hamzah- Jambi).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan