Jambi – Seorang calon legislatif (caleg) terpilih dari Partai Nasdem dapil Kumpeh Ulu – Kumpeh Ilir periode 2024-2029 berinisial BT dilaporkan ke Polda Jambi oleh Lembaga Swadaya Masyarakat Pemantau Peduli Anggaran Negara (LSM Mappan) pada 20 Mei 2024. Laporan ini terkait dugaan penggunaan gelar akademik, gelar profesi, dan gelar vokasi tanpa hak.
Seperti yang di katakan Sekjen LSM Mappan, Hadi Prabowo kepada media ini, hasil investigasi lembaganya menunjukkan adanya indikasi pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi, khususnya Pasal 28 Ayat 7, oleh BT. “BT menggunakan gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.i) yang diduga palsu untuk menarik simpati masyarakat,” ujar Hadi pada Kamis, 20 Juni 2024.
Dalam investigasi tersebut, ditemukan bahwa BT menggunakan gelar akademik tersebut di beberapa alat peraga kampanye. LSM Mappan mengungkapkan bahwa penggunaan gelar tersebut tampaknya bertujuan untuk memperlihatkan bahwa BT memiliki jenjang pendidikan yang baik. “Ini adalah upaya untuk mendapatkan kepercayaan dari calon pemilih,” kata Hadi.
Lebih lanjut, Hadi menjelaskan bahwa data dari Daftar Calon Sementara dan Daftar Calon Tetap anggota DPRD Kabupaten Muarojambi juga mencantumkan gelar tersebut. Selain itu, hasil perhitungan suara pemilihan legislatif yang tertera pada Sirekap KPU RI menunjukkan BT menggunakan gelar S.Pd.i. “Fakta-fakta ini memperkuat dugaan kami,” terang Hadi
LSM Mappan juga mencurigai bahwa ijazah yang digunakan BT didapatkan dengan cara yang tidak sah. Berdasarkan penelusuran, BT diduga membeli ijazah dari Sekolah Tinggi Agama Islam Indonesia tanpa melalui proses belajar yang sebenarnya.
“Kami menemukan kejanggalan dalam ijazah yang dimiliki BT,” kata Hadi.
Kejanggalan tersebut termasuk perbedaan antara tahun wisuda yang tercantum pada ijazah dan foto wisuda BT. Menurut Hadi, BT seharusnya diwisuda pada 7 November 2013, namun ijazahnya dikeluarkan pada 5 September 2011 oleh Institut Agama Islam Al-Aqidah Jakarta. “Ini tidak sesuai dan menimbulkan pertanyaan serius,” ujarnya.
Selain itu, penelusuran melalui situs resmi milik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tidak menemukan riwayat pendidikan BT dengan nomor seri ijazah yang tercantum. “Nama BT dan nomor induk mahasiswa tidak terdaftar,” kata Hadi, menambahkan bahwa hal ini mengindikasikan adanya pelanggaran hukum.
Atas temuan-temuan tersebut, LSM Mappan menduga BT melanggar Pasal 28 Ayat 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi, yang melarang penggunaan gelar akademik tanpa hak. Jika terbukti bersalah, BT bisa menghadapi hukuman penjara hingga 10 tahun atau denda maksimal satu miliar rupiah. “Kami berharap pihak berwenang segera mengambil tindakan,” ujar Hadi.
(**)