Jambinarasi-Dinamika politik di Provinsi Jambi semakin memanas menjelang pendaftaran Pilgub 2024. Pengamat komunikasi politik Jambi, Dedi Saputra menyoroti langkah Partai Golkar yang tidak mendukung kader terbaiknya, Saniatul Lativa, sebagai calon Wakil Gubernur mendampingi Romi Hariyanto. Langkah ini dianggap sebagai indikasi buruk bagi masa depan politik di Jambi.
Pengamat komunikasi politik Jambi, dalam wawancara eksklusif, mengkritik keras keputusan Golkar yang dinilai gagal melindungi dan memanfaatkan potensi kader-kader terbaiknya. “Golkar sebagai partai besar dan senior di Jambi seharusnya menjadi pelindung bagi kader-kader yang berkompeten dan memiliki integritas. Namun, yang terjadi justru sebaliknya; mereka melemahkan demokrasi dengan membiarkan tekanan eksternal memengaruhi keputusan internal partai,” ungkap pengamat tersebut.
Menurutnya, keputusan Golkar untuk tidak mendukung Saniatul Lativa sangat mengecewakan, terutama mengingat rekam jejak Saniatul yang sudah lama mengabdi dan memiliki dukungan kuat di tingkat akar rumput. “Mundurnya Saniatul dari pencalonan adalah pukulan telak bagi demokrasi di Jambi. Ini bukan hanya soal politik internal Golkar, tetapi juga soal bagaimana tekanan psikologis bisa merusak proses demokrasi yang sehat,” tambahnya.
Dedi juga menyoroti bagaimana dinamika politik Jambi saat ini menunjukkan kecenderungan yang mengkhawatirkan. “Politik Jambi sedang memasuki fase yang berbahaya di mana tekanan dan intervensi dari pihak-pihak tertentu semakin terlihat jelas. Ini bukan lagi soal siapa yang terbaik untuk memimpin, tapi siapa yang mampu bertahan dari tekanan yang ada, skema kotak kosong bukan hanya isu tetapi upaya itu terlihat jelas”
Dalam konteks ini, Golkar, sebagai partai yang seharusnya menjadi pilar utama demokrasi, dinilai telah gagal menjalankan peran tersebut. Keputusan untuk tidak mendukung Saniatul dinilai lebih didorong oleh kepentingan sempit daripada visi jangka panjang untuk kepentingan rakyat Jambi.
“Jika partai seperti Golkar tidak mampu mempertahankan dan mendukung kader-kader terbaiknya, maka kita harus bertanya-tanya, ke mana arah politik Jambi ke depan? Apakah kita akan terus melihat politik yang digerakkan oleh tekanan dan ketakutan, atau ada harapan untuk demokrasi yang lebih sehat?” pungkasnya
Keputusan ini, menurut Dedi, tidak hanya berdampak pada Saniatul Lativa secara pribadi, tetapi juga pada persepsi publik terhadap Golkar dan politik Jambi secara keseluruhan. “Kita membutuhkan pemimpin yang kuat dan partai yang berani mengambil sikap, bukan yang tunduk pada tekanan dan terlalu pragmatisme,” tegasnya.
Dinamika ini, tanpa diragukan lagi, akan menjadi salah satu isu paling panas dalam Pilgub Jambi 2024, dan publik akan terus mengawasi bagaimana Golkar dan aktor-aktor politik lainnya merespons situasi ini.(Tim)